at-Tawabi’ul li al- Marfu, dan al-Fi’lu al-
Mudhari’ li al- Marfu’.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Penggunaan bahasa dalam kehidupan sehari- hari
adalah salah satu point penting untuk dipelajari, baik bagi non akademisi
ataupun akademisi, karena pada era globalisasi ini tata cara penggunaan bahasa
dalam kata atau kalimat merupakan suatu hal yang penting. Tak hanya bahasa
Indonesia yang wajib untuk dipelajari, tetapi ada bahasa Inggris dan bahasa
Arab yang seharusnya kita pelajari.
Dalam paragraph sebelumnya, penulis menuliskan bahwasanya bahasa Arab
merupakan salah satu bahasa yang penting untuk dipelajari. Mengapa demikian ?
Karena bahasa Arab sendiri itu merupakan bahasa al-Quran dan juga ketika kita
menemukan suatu kalimat dalam bahasa Arab yang tidak ada syakal (harkat) kita
tidak akan bisa membaca dan menerjemahkan kalimat tersebut sebagaimana
mestinya. Salah satu point penting ketika kita belajar bahasa Arab adalah
mempelajari Ilmu Nahwu.
Definisi ilmu nahwu adalah kaidah kaidah untuk mengenal bentuk kata-
kata dalam bahasa Arab serta kaidah- kaidahnya berupa
kata ataupun kalimat. Dalam ilmu nahwu terdapat banyak yang dipelajari
seperti isim, fi’il, i’rab. Jar- majrur, marfu’
manshub, at_tawabi’, dsb.
Di dalam makalah ini penulis akan menjabarkan sedikit mengenai seputar
yang dibaca marfu’ yang didalamnya ada Khabar Inna beserta
saudara-saudaranya, at-Tawabi’ul li al- Marfu, dan al-Fi’lu al-
Mudhari’ li al- Marfu’.
B. Rumusan
Masalah
1.
Apa
pengertian Khabar Inna beserta saudara- saudaranya ?
2.
Apa
pengertian Al-Tawabi’ li
marfu’ (Ataf, Na’at, Badal, Taukid) ?
3.
Apa
pengertian al-Fi’lu al-Mudari’
li al-Marfu’ ?
C. Tujuan
1.
Mahasiswa mampu memahami tentang Khabar Inna
beserta saudara- saudaranya.
2.
Mahasiswa mampu memahami tentang Al-Tawabi’ li marfu’ (Ataf, Na’at, Badal, Taukid).
3.
Mahasiswa mampu memahami tentang al-Fi’lu al-Mudari’ li al-Marfu’.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Khabar
Inna beserta saudaranya
Dalam
makalah ini sebelum penulis menjabarkan tentang Khabar Inna beserta
saudara- saudaranya ada baiknya kita mengetahui apa itu Mubtada’ dan Khabar.
Untuk istilah mubtada’ dan khabar dalam bahasa Indonesia bisa
diartikan sebagai “adalah” atau bisa disebut mubtada’ sebagai subjek dan
khabar sebagai predikat.
1.
Mubtada’
Mubtada’ adalah
kata benda yang di-rafa-kan yang dijadikan pokok kalimat (subjek) dan
biasanya disebutkan diawal kalimat sehingga di-rafa-kan bukan karena
suatu faktor (amil) tidak seperti pelaku (fa’il), fa’il
di-rafa-kan karena jatuh sesudah kata kerja aktif (fi’il ma’lum).
Sedangkan mubtada’ di-rafa-kan karena faktor maknawi yaitu ia (mubtada’)
terletak dipermulaan kalimat saja.[1]
Contoh :
وارضاللهِ
واسعةٌ = dan
bumi Allah itu luas (QS. 39 : 10).
رسول
اللهِ كريم = Rasulullah
itu mulia.
Kata وارضاللهِ
(bumi Allah) dan رسول
اللهِ (Rasulullah)
adalah benda yang di rafakan yang dijadikan pokok kalimat atau mubtada’ dan
terletak di permukaan.
Mubatada’ dibagi
beberapa bagian diantaranya adalah sebagai berikut :
a) Mubtada’
berupa kata benda yang tampak (isim dzahir).
Contoh :
المسلم
كريم = Orang islam laki- laki itu mulia.
المسلمان
كريمانِ = Dua orang islam laki- laki itu mulia.
المسلمون
كريمون = Orang- orang Islam laki- laki itu
mulia.
المسلمة
كريمة = Orang islam perempuan itu mulia.
المسلمتان
كريمتانِ = Dua orang islam perempuan itu mulia.
المسلمات
كريماتٌ =Orang-
orang Islam perempuan itu mulia.
Pada contoh
tersebut (dua) المسلمم(orang
Islam laki- laki), المسلمان (dua orang Islam laki-laki), المسلمون
(orang- orang Islam laki- laki), المسلمة(orang Islam perempuan), المسلمتان(dua
orang Islam perempuan), dan السلمات (orang- orang Islam perempuan) adalah kata benda yang tampak
atau isim dzahir. Dalam contoh nomor 2 ini jika mubtada’nya kata benda tunggal
laki-laki (isim mufrad mudzakkar), maka khabarnya pun harus benda tunggal laki-
laki (isim mufrad mudzakkar), jika mubtada’nya kata benda laki- laki yang
menunjukkan dua (isim mutsanna mudzakkar), khabarnya pun harus kata benda yang
menunjukkan dua (isim mutsanna mudzakkar), jika mubtada’nya kata benda jamak
laki- laki (jamak muzakkar salim) maka khabarnya pun harus kata benda jamak
laki- laki (jamak mudzakkar salim). Demikian juga jika mubtada’nya kata benda
tunggal perempuan(isim mufrad muannats), maka khabarnya pun harus benda tunggal
perempuan (isim mufrad muannats), jika mubtada’nya kata benda perempuan yang
menunjukkan dua (isim mutsanna muannats), khabarnya pun harus kata benda yang
menunjukkan dua (isim mutsanna muannats), jika mubtada’nya kata benda jamak
perempuan (jamak muannats salim) maka khabarnya pun harus kata benda jamak
perempuan (jamak muannats salim).
b) Mubtada’
yang berupa kata ganti yang terpisah (isim dhamir munfashil), adalah
dimana kata ganti (isim dhamir) dijadikan sebagai mubtada’ (pokok kalimat). Contoh
:
Makna
|
Khabar
|
Mubtada’
|
Dia (laki-laki)
adalah seorang hamba
|
عَا
بِدٌ
|
هو
|
Mereka berdua
(laki-laki) adalah dua orang hamba
|
عَا
بِدَانِ
|
هما
|
Mereka laki-laki
(lebih dari dua) adalah hamba- hamba
|
عَا
بِدُونَ
|
هم
|
Dia (perempuan)
adalah hamba
|
عَا
بِدَةٌ
|
هي
|
Mereka berdua
perempuan adalah dua orang hamba
|
عَا
بِدَاتَانِ
|
هما
|
Mereka perempuan
(lebih dari dua) adalah hamba- hamba
|
عَا
بِيدَتٌ
|
هنّ
|
Kamu laki- laki
adalah hamba
|
عَا
بِدٌ
|
انتَ
|
Kamu berdua (laki-
laki) adalah dua orang hamba
|
عَا
بدانَ
|
انتما
|
Kamu semua laki- laki
(lebih dari dua orang) adalah hamba- hamba
|
عَا
بدونَ
|
انتم
|
Kamu perempuan adalah
seorang hamba
|
عَا
بِدَةٌ
|
انتِ
|
Kamu berdua perempuan
adalah dua orang hamba
|
عَا
بدتَانِ
|
انتما
|
Kamu semua perempuan
(lebih dari dua orang) adalah hamba- hamba
|
عا
بِداتٌ
|
انتنَّ
|
Saya adalah seorang
hamba
|
عَا
بِدٌ
|
انا
|
Kami atau kita adalah
hamba- hamba
|
عَا
بِدونَ
|
نحن
|
Jika si pembicara itu
perempuan, maka ditambah ta’ marbuthah ةUntuk (انا) ditambah ta’ marbuthah, da untuk نحن ditambah alif dan ta, dan diletakkan pada khabarnya. Contoh :
قالتْ
مريم : انا عا بدةٌ = Berkata
Maryam : “Saya adalah seorang hamba”.
قالتْ
المسلماتِ : نحن عا بدَاتٌ = Berkata orang- orang Islam perempuan :
“Kami adalah hamba-hamba”.
c) Mubtada’
pun bisa berupa kata tunjuk (isim isyarah).
Contoh :
Makna
|
Khabar
|
Mubtada’
|
Itulah hukum-
hukum Allah (QS. 4 :13).
|
حدُودُاللهِ
|
تلكَ
|
Ini adalah
ayat Allah.
|
ايةُ
الله
|
هذه
|
Ini adalah
kitab Allah.
|
كتاب
الله
|
هذا
|
Itu masjid
|
مسجدٌ
|
ذلك
|
d) Mubtada’
yang diakhirkan (mubtada’ muakhar),
mubtada’ yang terletak sesudah khabar,
dan khabarnya itu diawali oleh huruf jar atau dzaraf.
Contoh :
عند
نارسولٌ = Disisi
kami seorang rasul.
وفيكم
رسولٌ = Dan
pada kamu ada seorang rasul.
في
جيدِ هاحبلٌ من مّسدٍ = Di
leherya ada tali dari sabut (QS. 111 : 5).
Pada nomor 1
mubtada’nya adalah رسولٌ didahului oleh keterangan tempat عند. Sedangkan pada contoh nomor 2, mubtadanya adalah رسولٌ didahului oleh huruf jar (huruf yang suka mengkasrahkan kata
benda), yaitu فِي.
2.
Khabar
Khabar
adalah kata benda yang di-rafa-kan yang menerangkan tentang mubtada’ dan
umumnya terletak sesudah mubtada’, oleh karena itu tidak khabar kalau
tidak ada mubtada’ dan mubtada’-lah yang me-rafa-kan khabar.[2]
Contoh :
واللهُ بصيرٌ = Dan Allah Maha
Melihat (QS. 5 : 71)
وللهُ غفورٌرّحيمٌ = Dan Allah Maha
Pengampun, Maha Penyayang (QS.5:74)
Kata
bashirun(بصيرٌ),
ghafurun (غفور), dan rahimuun (رّحيمٌ) adalah khabar dan terletak sesudah
mubtada’. Kata- kata ini dirafakan oleh kata Allahu kedudukannya sebagai
mubtada’.
Khabar dapat dibagi menjadi tiga bagian,
yaitu :
a) Khabar
Mufrad (khabar tunggal), yaitu khabar
yang bukan berupa kalimat (jumlah) dan bukan yang mirip kalimat. Khabar mufrad
terdiri dari kata benda tunggal dan kata benda yang menunjukkan banyak.
Orang kafir
(laki-laki) itu adalah seorang yang zalim
|
ظالمٌ
|
الكافرُ
|
Dua orang kafir
(laki-laki) itu adalah dua orang yang zalim
|
ظالمَانَ
|
الكافرانِ
|
Orang-orang kafir
(laki-laki) itu adalah orang-orang yang zalim
|
ظالمُونَ
|
الكافرُونَ
|
Orang kafir
(perempuan) itu adalah seorang yang zalim
|
ظالمَةٌ
|
الكافرَةُ
|
Dua orang kafir
(perempuan) itu adalah dua orang yang zalim
|
ظالمتَانِ
|
الكافرَتاَنِ
|
Orang-orang kafir (perempuan)
itu adalah orang-orang yang zalim
|
ظالماتٌ
|
الكافرَاتُ
|
b) Khabar
Syibhul Jumlah, adalah khabar yang terdiri dari
jar-majrur dan zharaf. Jar majrur adalah kata dalam keadaan kasrah karena
dimasuki oleh huruf jar beserta jarnya.
Contoh :
المتقون
فِي جنّاتٍ ونعيمٍ
Orang-orang yang
bertakwa itu di dalam surge dan kenikmatan.
وهوبالاُفقِ
اعل
Sedang dia
berada di ufuk yang paling tinggi (QS.53:7).
يدُاللهِ
فوقَ ايديهم
Tangan Allah di
atas tangan mereka (QS.48:10).
Pada contoh 1
(satu) kata fii jannatin (فِي
جنّاتٍ ) dan bil ufuqil a’laa (بالاُفقِ
اعل) adalah
khabar syibhul jumlah dari jar majrur. Fii (فِي) dan bi (بِ)adalah huruf jar (huruf yang suka mengkasrahkan kata benda).
Sedangkan pada contoh 2 (dua), kata fauqa (فوقَ)adalah keterangan tempat (dzaraf makan)
menjadi khabar syibhul jumlah (khabar semi kalimat atau khabar
yang mirip kalimat).
Ada ahli Ilmu
bahasa Arab yang berasumsi bahwa khabar yang berupa dzaraf atau jar-majrur
adalah bukan khabar, tetapi khabarnya itu adalah kata yang dibuang.
Seperti pada contoh nomor 1 tadi kata yang dibuangnya itu adalah kata mustaqarrun
(مستقرٌّ),
pada contoh 2 adalah kata kainuun (كائن) dan pada contoh nomor 3 adalah kata maujuduudatun (موجودةٌ).
Semestinya
kalimat itu berbunyi :
المتّقون
مستقرٌّ فِي جنَّاتٍ وّنعيمٍ
Orang yang
bertakwa itu tinggal di dalam surga dan kenikmatan.
وهو
كائنٌ بالاُفقِ الاَعلى
Sedang dia
berada di ufuk timur yang paling tinggi.
يدُاللهِ
موجودةٌ فوقَ ايديهم
Tangan Allah
berada di atas tangan mereka.
c) Khabar
Jumlah, adalah
khabar yang terdiri dari susunan kalimat mubtada’ dan khabar atau terdiri dari fi’il
dan fa’il.
Khabar jumlah
yang terdiri dari mubtada’ dan khabar disebut isim ismiyah (kalimat
nominal). Adapun khabar yang terdiri dari fi’il dan fa’il
disebut jumlah fi’liyah. Yang dimaksud dengan kalimat nominal oleh kata
benda atau kata kerja adalah, apabila khabarya
terdiri dari mubtada’ dan khabar. Atau khabarnya erdiri dari fi’il dan fa’il.
Macam-macam khabar
jumlah :
ü Khabar
jumlah yang terdiri dari mubatada’ dan khabar.
الكافرامّه
هاويةٌ
Orang kafir itu
tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah.
محمّدٌ
قولهُ كريمٌ
Muhammad
perkataanya mulia.
Orang kafir (الكافر) dan Muhammad (محمّدٌ) adalah mubtada’ sedangkan kata tempat kembalinya adalah
neraka Hawiyah (امّه هاويةٌ) dan kata قولهُ كريمٌ (perkataannya mulia) adalah khabar
yang tediri dari mubtada’,yakni : ummuhu (امّه) dan qauluhu (قولهُ). Khabar lainnya lagi adalah kata neraka hawiyah (هاويةٌ) dan kata mulia (كريمٌ).
ü Khabar
jumlah yang terdiri dari fi’il dan fa’il.
اذا
السمآءانفطرت واذا الكواكب انتثرت
Apabila
langit terbelah, dan apabila bintang-
bintang jatuh berserakan. (QS.82 :1-2)
Kata infatharat
(انفطرت)
dan intatsarat (انتثرت) adalah khabar yang terdiri dari fi’il dan fa’il.
Pelakunya tersembunyi di dalam kata kerja
انفطرت
dan انتثرت,dikira-kirakan
هي.
ü Khabar
yang terdiri dari fi’il dan na’ibul fail.
واذا
البحارفجرت واذا القبوربعثرت
Dan apabila
lautan dijadikan meluap, dan apabila kuburan- kuburan di bongkar. (QS. 82 :
3-4)
Kata البحار dan القبور adalah mubtada’. Sedangkan
kata فجرت
dan بعثرت adalah khabar yang terdiri dari fiil dan naibul
fail. Pengganti pelakunya tersembunyi di dalam kata فجرت dan بعثرت, dikira-kirakan هي.
ü Khabar muqaddam, yaitu khabar
yang terletak di awal kalimat, dan khabarnya itu terdiri dari jar
majrur atau dzaraf.
في
الجنة سررٌمرفوعة
Di dalam surga
itu ada tahta tahta yang ditinggikan.
عندا
الله عين جارية
Disisi Allah ada
mata air yang mengalir.
Kata Fii
jannathin (في الجنة)dan ‘inda (عند) adalah khabar muqaddam. Fiil jannati(في
الجنة), khabar-nya
adalah khabar jar-majrur. ‘Inda (عند), khabar-nya adalah khabar zharaf.
Kata kata yang suka masuk pada mubtada’
khabar dapat mempengaruhi mubtada’ dan khabar-nya. Kata- kata
itu adalah : Kanna dan teman-temannya, dzanna dan teman-temannya,
dan Inna dan teman-temannya.
Dalam makalah ini,
sesuai dengan Satuan Acuan Perkuliahan (SAP) penulis hanya akan menjabarkan sedikit
tentang Inna dan saudara- saudaranya.
Yang dimaksud disini adalah inna
dan teman-temannya yang suka menashabkan mubtada’ dan me-rafa-kan
khabar. Inna dan saudara- saudaranya disini memiliki tujuh huruf,
yaitu :
|
اِنَّ dan اَنَّ
(sesungguhnya).
taukid.
|
Contoh :
اِنّ اللهَ عليمٌ
قديرٌ
Sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa. (Q.S 16 :70)
|
كَأَنَّ
(seolah-olah/
seperti/ seakan- akan). tasybih
|
Contoh :
كانّهُم خشبٌ مسنّدةٌ
Mereka adalah
seakan akan kayu yang tersandar. (Q.S 63:4)
|
لَكِنَّ
(akan tetapi) istindrak.
|
Contoh :
الاّان يشَآءاللهُ
ولكِنَّ اكثرهم يجهلونَ
….kecuali jika
Allah menghendaki, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui/ (Q.S 6 :111)
|
لَيْت
(semoga/mudah-mudahan
(angan-angan))
|
Contoh :
قالىيليتَقومِي
يعلمونَ
.....Ia
berkata “alangkah baiknya sekiranya kaumku mengetahui” . (Q.S 32:26)
|
لَعَلَّ
(mudah-mudahan
atau semoga (pengharapan))
|
Contoh :
لاتدْرِي لعّل اللهَ
يحدِثُ بعد ذلك امرًا
Kami tidak
mengetahui barangkali/ mudah mudahan Allah mengadakan sesudah itu hal yang
baru. (Q.S 65 :1)
|
B. Al-tawabi’
li almarfu’ ( Ataf, Na’at, Badal, Taukid)
Tawabi’ adalah
kata keterangan dan kata yang tidak tersentuh oleh perubahan di akhir kata
(i’rab) secara langsung melainkan sebab mengikuti kata sebelumnya, sesuai
dengan bentuk i’rab empat dan dengan keberadaan kata itu sendiri.
Macam-macam tawabi’ ada 4, yaitu:
1.
Na’at (kata sifat)
a.
Definisi: kata yang terletak setelah kata lain dengan tujuan untuk
memperjelas sebagian dari keadaan (makna) kata sebelumnya atau kata yang
berhubungannya.
b. Pembagian:
1) Mufrad: berbentuk kata tunggal, walaupun maknanya
tastniyyah atau jamak, bukan jumlah ataupun menyerupai jumlah. Lihat ayat
berikut: QS (9) ayat 3

2) Jumlah: berbentuk jumlah, dengan syarat:
Berupa
jumlah kabariyyah, bukan thalabiyyah. Lihat ayat berikut: QS (2) ayat 24

3) Harus memuat dhamir yang menggantikan makna dalam
mawshuf (kata yang disifati), baik berupa dhamir yang tampak maupun mustatar
seperti dalam firmanNya: QS Al Baqarah 48

“Dan
jagalah dirimu dari (azab) hari (kiamat, yang pada hari itu) seseorang tidak
dapat membela orang lain, walau sedikitpun”. Kata yang bergaris bawah adalah
na’at jumlah yang memuat dhamir tetapi tidak terlihat, dan bila ditampakkan
berbentuk:

4) Syibh jumlah: berupa dzaraf atau kata yang
diajarkan dengan huruf jar. Lihat ayat berikut QS (42) ayat 7

c. Bentuk: Naat dari pembagian diatas digolongkan
dalam dua bentuk:
1)
Hakiki
a)
Pengertian: naat yang berfungsi untuk menjelaskan salah satu sifat dari
beberapa sifat yang terkandung dalam mawshufnya. Lihat QS (9) ayat 99

b)
Syarat: naat hakiki harus muthabiq (serasi) dengan mawshufnya dalam
beberapa ha, yakni:
-
I’rab
-
Tunggal, tastniyyah dan jamaknya
-
Bentuk makna nakirah dan makrifatnya
-
Jenis makna, laki-laki atau perempuan (mudzakar dan muannats)
2)
Sababi
a)
Pengertian: naat yang menjelaskan salah satu sifat dari kata yang
berhubungan atau memuat dhamir pada mawshufnya. Seperti QS (42) ayat 7

b)
Pembagian:
-
Memuat dhamir pada man’ut/mawshuf/kata yang disifati.
Naat sababi yang ini harus sama/serasi (muthabiq) dengan man’utnya dalam
dua hal:


-
Tidak memuat dhamir. Dan naat sababi yang demikian juga harus muthabiq
dengan mawshufnya dalam dua hal, tetapi berbeda dengan naat sababi yang memuat
dhamir. Yakni:


Perhatikan ayat berikut QS (2) ayat 69

c)
Maqthu’: Maqthu’ artinya terputus, dan yang dimaksud isini ialah
terputusnya hokum na’at pada suatu kata yang seolah adalah naat, tapi
sebenarnya kata tersebut adalah khabar dari mubtada yang terbuang atau maf’ul
bih dari kata kerja yang terbuang pula. Demikian karena ada suatu tujuan yang
tidak tampak dalam kalimat dan biasanya tujuannya berbentuk “madh/memuji,
dzam/mencela” atau “tarahhum/berbelas kasihan”, seperti dalam firmanNya: QS
Allahab 3-4

“Kelak Dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak. Dan (begitu pula)
istrinya, pembawa kayu nakar”. Kata yang bergaris bawah adalah objek/maf’ul bih
dari kata kerja yang terbuang, bbila tampak berbentuk:

“yakni, Aku mencela pembawa kayu bakar”.
2.
Taukid
a.
Definisi: ketetapan (hokum makna kalimat) terhadap suatu hal. Kata yang
ditetapkan hukumnya dinamakan (muakkad/kata yang ditawkid/ditetapkan) dan kata
yang menetapkan dinamakan (muakkid/kata yang menetapkan). Muakkid I’rabnya
mengikuti muakkad.
b.
Pembagian:
1)
Lafdzi
a)
Pengertian: mengulang kembali kata yang di tawkidi (muakkad) dengan kata
yang sama atau sama maknanya, baik berupa isim dzahir, dhamir, fiil, huruf atau
jumlah. Diantaranya adalah firman Allah SWT QS Al Baqarah 35

“Dan Kami berfirman: “ Hai Adam, diamilah oleh kamu
dan istrimu surge ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik
dimana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang
menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang dzalim”. Kata yang bergaris bawah
mentawkidi kata
yang merupakan dhamir mustatar wujub (dhamir
yang wajib tersimpan) yang terdapat dalam kata perintah 


b)
Faidah: menetapkan hokum (makna kalimat) bagi pendengar (dalam contoh
diatas adalah Adam) dan memantapkannya dalam hati serta menghilangkan
keraguannya.
2)
Maknawi
a)
Definisi

b)
Faidah:

Fungsi tiga kata ini untuk menghilangkan kemungkinan
adanya majaz (penggunaan kata tidak sesuai dengan makna asalnya), atau adanya
lupa dalam pengucapannya. Contoh:











3.
Badal
1)
Definisi: kata yang mengikuti kata sebelumnya dengan tanpa perantara
(semisal huruf) dan merupakan kata yang dimaksudkan dalam hukum kalimat. Kata
yang menggantikan dinamakan “badal” dan yang digantikan dinamakan “mubdal
minhu”.
2)
Pembagian:
a)
Muthabiq/badal kull min kull: kata yang mewakili (makna) kata yang sama
maknanya seperti dalam firmanNya: QS Al Fatihah 6-7

“Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah
Engkau beri nikmat kepada mereka”.
b)
Badal ba’dh min kull: kata yang mewakili sebagian dari (makna) pada mubdal
minhunya. QS: (73) ayat 1-3

c)
Badal mubaayin: kata yang menjelaskan mubdal minhunya. Dan yang dimaksud
“menjelaskan” disini adalah:
-
Ghlatah: kata mewakili mubdal minhu disebabkan mubdal minhu dikatakan
dengan tidak sengaja.
Seperti
“aku melihat kuda, maksud saya Zaid (pemilik
kuda itu)”.

-
Nisyan: kata yang mewakili mubdal minhu disebabkan mubdal minhu dikatakan
tetapi disebabkan lupa.
Seperti
“aku shalat menghadap Ka’bah, maksudnya
Kiblat”.

-
Idhrab: kata yang mewakili mubdal minhu disebabkan orang yang berbicara
mengalihkan tujuan pada (kalimat yang telah diucapkan) kata tersebut. Seperti
contoh diatas hanya kondisi mutakallim saja, apakah ia menyebut badal sebab
lupa, salah atau tidak sengaja.
3)
Bentuk: dari semua jenis dan bagian-bagian badal ini, badal memiliki
beberapa bentuk:
a)
Badal dari mubdal minhu isim dzahir. Lihat ayat berikut: QS (2 ayat 217

b)
Badal dari mubdal minhu isim ghaib (orang ketiga) menggunakan isim
dzahir. Contoh: QS Al Anbiya’ ayat 3

“dan mereka yang zalim itu merahasiakan pembicaraan mereka: “Orang ini
tidak lain hanyalah seorang manusia (jua) seperti kamu”.

-
Badal fi’iil dari mubdal minhu fi’il
Contoh: QS
Al Furqan ayat 68-69

“Dan orang-orang yang tidak menyembah Allah yang lain beserta Allah dan
tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan)
yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu,
niscaya Dia mendapat (pembalasan) dosa(nya), (yakni) akan dilipat gandakan azab
untuknya pada hari kiamat dan Dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan
terhina”.
-
Badal jumlah dari mubdal minhu jumlah. Contoh: QS As Syuraa ayat 132-133

“Dan bertawakalah kepada Allah yang telah menganugerahkan kepadamu apa
yang kamu ketahui. Dia telah menganugerahkan kepadamu binatang-binatang ternak,
dan anak-anak”.
4.
‘Athaf
a.
Pengertian: ‘Athaf merupakan kata atau kalimat yang hokum maknanya atau
i’rab serta bentuknya mengikuti kata atau kalimat lain. Kata atau kalimat yang
mengikuti dinamakan ma’thuf dan yang diikuti dinamakan ma’thuf ‘alaih.
b.
Pembagian:
1)
Bayan
a) Definisi: kata yang I’rabnya mengikuti kata lain
sebagai mana na’at dalam hal memperjelas tujuan (dalam kalimat).
b)
Hukum dan syarat: ‘Athaf bayan ini memiliki syarat dan tanda dalam
ma’thufnya hingga dapat dibedakan bedal atau na’at:
-
Harus lebih jelas dan lebih mudah dikenali maknanya daripada ma’thuf
‘alaihnya
-
Harus muthabaqah (sesuai) dengan ma’thuf alaihnya dalam I’rab, mufrad,
tastniyyah, jamak, mudzakar, muannats, makrifat, dan nakirahnya. Lihat berikut
ini: QS (3) ayat 97

2)
Nasaq (‘athaf dengan huruf)
a)
Definisi: mengikutkan ma’thuf pada ma’thuf ‘alaih dalam I’rab dengan
tujuan tertentu dan menggunakan huruf sebagai alatnya.
b)
Huruf a’thaf: huruf yang digunakan untuk ‘athaf disini ada 9, yaitu
“wawu, fa, tsumma, hatta, awa, am, bal, la, lakin


c)
Makna dan fungsi huruf ‘athaf
-
Wawu: mengumpulkan secara mutlak dalam I’rab dan hukum pada ma’thuf dan
ma’thuf ‘alaih. Lihat QS (12) ayat 22
-
Fa: tartib dan ta’qib, yakni terjadinya hukum dalam kalimat secara
beriringan dalam ma’thuf dan mathuf ‘alaih. Lihat QS (82) ayat 7
-
Tsumma: tartib tarakhi, yakni terjadinya hukum kalimat dalam ma’thuf
setelah ma’thuf ‘alaihnya. Lihat QS (32) ayat 7-8
-
Hatta: ghayah, yakni hukum/makna kalimat tujuannya terletak pada ma’thuf.
Tetapi, ‘athaf dengan menggunakan “hatta” tidak banyak makna dalam hal ini
“hatta” yang berfungsi sebagai huruf ‘athaf memiliki tanda. Tanda tersebut
terletak pada ma’thuf (bukan jumlah), merupakan bagian dari ma’thuf ‘alaih
serta maknanya bersifat lebih mulia atau lebih rendah. Seperti:
“aku
makan ikan sampai kepalanya”.

-
Aw: makna dan fungsi huruf ini dalam ‘athaf berbeda-beda dengan melihat
kalimat/jumlah yang ada:

ü
Takhyir: perintah untuk memilih diantara ma’thuf atau ma’thuf ‘alaih.
Seperti:
“nikahilah Fatimah atau saudaranya”.

ü
Ibahah: perintah pada dua atau lebih hal yang satu diantaranya bila telah
dilakukan maka telah mewakili dalam perintah tersebut. Seperti dalam hadits:

“jadilah kamu orang alim, atau cinta terhadap ilmu atau mendengarkannya
dan jangan jadi orang yang keempat”. Lihat QS (24) ayat 61
ü
Idhrab: Seperti dalam syair berikut.

“mereka berjumlah delapan puluh, maksudnya lebih dari itu, andai tidak
ada harapanmu itu niscaya telah aku bunuh anak-anakku”.

ü
Assyak: menimbulkan keraguan dalam ma’thuf dan ma’thuf ‘alaih. Contoh: QS
Al Kahfi ayat 19

“berkatalah salah seorang diantara mereka: sudah berapa lamakah kamu
berada (disini?)”. mereka menjawab: “Kita berada (disini) sehari atau setengah
hari”.
ü
Ibham: menimbulkan makna samar pada ma’thuf dan ma’thuf ‘alaih. Contoh:
QS As Saba ayat 24

“Katakanlah: “Siapakah yang memberi rezeki kepadamu
dari langit dan dari bumi? Katakanlah: “Allah”, dan Sesungguhnya Kami atau kamu
(orang-orang musyrik), pasti berada dalam kebenaran atau dalam kesesatan yang
nyata”.
ü
Taqsim: untuk membagi-bagi (hukum
makna kalimat) dalam ma’thuf dan ma’thuf ‘alaih. Contoh: QS Adz Zariyat
ayat 52

“Demikianlah tidak seorang Rasulpun yang datang kepada orang-orang yang
sebelum mereka, melainkan mereka mengatakan: “Dia adalah seorang tukang sihir
atau seorang gila”.
-
Am: dalam ‘athaf “am” miliki dua makna yang masing-masing melihat kalimat
dimana “am” itu berada:


“Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan
atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak juga akan beriman”.


“Ataukah mereka mempunyai tangga (kelangit) untuk mendengarkan padatangga
itu (hal-hal yang ghaib)? Maka hndaklah orang yang diantara mereka mendatangkan
suatu keterangan yang nyata. Ataukah untuk Allah anak-anak perempuan dan untuk
kamu anak-anak laki-laki?”.
-
Lakin: Istidarak, yakni menjelaskan bahwa yang dimaksudkan dalam hukum
makna kalimat adalah ma’thuf, bukan ma’thuf ‘alaih. Dan “lakin” berfungsi
sebagai huruf ‘athaf harus berada dalam kalimat negatif atau nahiy (perintah
larangan) serta ma’thufnya mufrad, dan bila ma’thufnya berbentuk jumlah maka
“lakin” adalah huruf isti’naf.
Contoh:
“tidak
Ali tidur, melainkan Ahmad”.

-
Bal:

ü
Ibthal: makna hukum pada ma’thuf ‘alaih dibatalkan secara mutlak. Seperti
dalam firmanNya: QS Al Anbiya ayat 26

“Dan mereka berkata: “ Tuhan yang Maha Pemurah telah mengambil
(mempunyai) anak”, Maha suci Allah. Sebenarnya (malaikat-malaikat itu), adalah
hamba-hamba yang dimuliakan”.
ü
Intiqal: makna hukum pada ma’thuf ‘aliah dipindah ke ma’thuf. Seperti
dalam firmanNya: QS Al A’laa ayat 14-16

“Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman),
dan Dia ingat nama Tuhannya, lalu Dia sembahyang. Tetapi kamu (orang-orang
kafir) memilih kehidupan duniawi”.




-
Laa: huruf naïf, berfungsi untuk menetapkan hukum pada kata yang terletak
setelahnya dengan menghilangkan pada kata tersebut bila “la” terdapat pada kata
negatif yang tidak disebabkan oleh “la” tersebut. Selain itu, ma’thuf dengan
huruf “la” harus berbentuk mufrad. Seperti: 

c.
Bentuk ‘athaf
1)
‘Athaf isim dzahir pada isim dzahir: seperti contoh diatas
2)
‘Athaf isim dhamir pada isim dzahir, seperti:

3)
‘Athaf isim dzahir pada isim dhamir, seperti:

4)
‘Athaf isim dhamir pada isim dhamir:
a)
Ma’thufnya ditawkidi dengan dhamir munfasil, atau
b)
Dipisah antara ma’thuf dan ma’thuf ‘alaih. Contoh: QS Al Maidah ayat 24,
QS Ar Ra’d ayat 23, QS Muhammad ayat ayat 36

“Mereka berkata: “Hai Musa, Kami sekali sekali tidak akan memasuki nya
selama-lamanya, selagi mereka ada di dalamnya, karena itu Pergilah kamu bersama
Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua, Sesungguhnya Kami hanya duduk menanti
disini saja”.

(yaitu) syurga ‘And yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan
orang-orang yang saleh dari bapak-bapaknya, isteri-isterinya dan anak cucunya,
sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu”.
Kata
Athaf
pada dhamir “wawu” pada kata
Dan
dipisah dengan dhamir “haa”.


5)
‘Athaf fi’il pada fi’il, seperti dalam firman Allah SWT:

“Dan jika kamu beriman dan bertakwa, Allah akan memberikan pahala
kepadamu dan Dia tidak akan meminta harta-hartamu”.
C. Al-fi’lu
al- Mudari’
Fiil mudhori’
itu rafa’ ( marfu’), bila kosong dari amil nashab dan amil
jazam (murfu’-un litajarrudihi ‘anin Nashibi wal Jazimi). Contohnya :
ق با الرا عى تصلح الر عىة Asalnya
rafa’ fiil adalah dengan dhammah, lalu digantikan dengan nun ( ن ) pada af’alul khamsah. [3]Contoh
:
-
Dengan dhammah يتكلم
-
Dengan nun يسمعو
ن
Tanda-tanda
Rafa’nya ada 6 ( enam) , yaitu :
1. Dhommah
Zohirah.
Ini
berlaku bagi setiap fi’il mudhori’ yang shahih huruf akhirnya.
Contoh :
a. Kerbau
itu berkumpul dalam lumpurالجا موس يتمرع
قى الموحل
b. Murid
(pr) itu pura-pura sakit التلميذة
تتما رض
c. Ayahku
menasehati sayaا
بى يعظنى
2. Dhammah
muqaddarah ‘alal alif ( dhammah yang
dikira-kirakan alif).
Ini
berlaku bagi fi’il Mudhari’ dengan alif.
Contoh :
a. Sungguh
dia kelak akan ridha (puas) و لسوف يرضى
b. Dia
akan masuk kedalam nerakaسيصلى نا را
c. Tidak
masuk kedalam nerakanya kecuali orang-orang yang celaka لا
يسلى ها الا الاشقى
3. Dhammah
muqaddarah ‘alal Wa-wi ( dhammah yang
dikira-kirakan atas waw).
Ini
berlaku bagi fi’il mudhori’ yang mu’tal dengan waw.
Contoh :
a. Padi
itu tumbuh sedikit demi sedikitالا
رز ينمو قليلا قليلا
b. Dia
berdoa kepada Allahهو يد عوالله
c. Anak
kecil itu merangkak diatas lantaiالطفل
يحبو
4. Dhammah
muqaddarah ‘alal ya’ ( dhammah yang
dikira-kirakan atas ya )
Ini
berlaku bagi fi’il mudhori’ yang mu’tallul akhir dengan ya’.
Contoh:
a. Orang
islam shalat di mesjidالمسلم يصلى فى
المسجد
b. Orang
yang menafkahkan hartanyaالذى يؤتى ماله
c. Allah
akan menjuluki orang yang dikehendakinyaيهدى
الله من يشاء
Tanda-tanda rafa’ bagi ketiga macam
fi’il mu’tal tersebut bisa disatukan saja menjadi : dhammah muqaddarah ‘alaa
A-khirihi. Ini juga berlaku bagi lafof mafruq dan maqrun.
5. Tsubutun
Nun (tetapnya nun)
Ini
berlaku bagi fi’il mudhori tang termasuk af’alul khamsah.
Contoh
:
a. Ialah
mereka yang beriman dengan yang ghaibالذ
ين يؤمنون بالغيب
b. Dan
mereka yang mendirikan shalatويقيمون
الصلاة
c. Dua
mahasiswa itu sedang belajarالطا لبان
يتعلمان
d. Dua
mahasiswi itu sedang belajar الطا
لبتان تتعلمان
e. Kamu
berdua menonton TV انتما
تشاهدان التلفاز
f. Kamu
semua menonton TVانتم تشاهدون
التلفاز
6. Nun
yang dibuang (an Nu-nul Mahdzu-fah).
Ini
berlaku bagi af’alul khamsah yang bersambung dengan nun taukid.
Contoh :
a. Sungguh
akan melihat neraka jahimلترون الجحيم
b. Kemudian
kamu akan ditanyaiثم لتساءلن
c. Sungguh
mereka berdua akan pergiليذهبان
d. Sungguh
kamu berdua akan dipukulلتضربان
e. Sungguh
mereka akan memanggil temannyaليدعن
f. Engkau
betul-betul belajarلتتعلمن
Tanda-tanda
bunyi fi’il mudhori’ dalam keadaan rafa’ (marfu’un)
Pelaku
|
Tanda
bunyi rafa’
|
Fi’il
mudhori’
|
No
|
هو
|
Harakat dhammah
|
يذهبون
|
١
|
هما
|
Huruf
nun ( ن)
|
يذهبان
|
٢
|
هم
|
Huruf
nun ( ن)
|
يذهبون
|
٣
|
هي
|
Harakat
dhammah
|
تذهب
|
٤
|
هما
|
Huruf
nun (ن
)
|
تذهبان
|
٥
|
هن
|
-----------------
|
---------
|
٦
|
انت
|
Harakat
dhammah
|
تذهب
|
٧
|
انتما
|
Huruf
nun ( ن )
|
تذهبان
|
٨
|
انتم
|
Huruf
nun ( ن )
|
تذهبون
|
٩
|
انت
|
Huruf
nun ( ن )
|
تذهبين
|
١٠
|
انتما
|
Huruf
nun ( ن )
|
تذهبان
|
١١
|
انتن
|
------------------
|
---------
|
١٢
|
انا
|
Harakat
dhammah
|
اذهب
|
١٣
|
نحن
|
Harakat
dhammah
|
نذهب
|
١٤
|
هو
|
Huruf
illat alif ( ى )
|
يجشى
|
١٥
|
هو
|
Huruf
illat wawu ( و )
|
يدعو
|
١٦
|
هو
|
Huruf
illat yak ( ي )
|
يجري
|
١٧
|
Keterangan
:
a) Dua
buah fi’il yaitu no 6تذهبن dan
no 12يذهبن
memang sengaja tidak dicantumkan dalam daftar tersebut, karena keduanya
termasuk kalimat mabniyyah, dan oleh sebab itu jelas tidak mungkin mengalami
perubahan bunyi.
b) Disamping
itu fi’il-fi’il yang lain pun bisa menjadi mabniyyah, apabila dirangkaikan
dengan nun taukid yang berarti “sungguh-sungguh” , sepertiيذهب
ditambahkan nun taukid menjadiيذهبن
,
ini adalah kalimah mabniyyah.
c) Fi’il
nomor 2,3,5,8,9,10,11 dalam tata bahasa arab mempunyai sebutan khusus yaitu
“af’alul khamsah”, artinya fi’il-fi’il yang berjumlah lima. Adapun tanda-tanda
af’alul khamsah ialah: setiap fi’il mudhori’ yang diakhiri dengan nunن
,
dan sebelum huruf nun itu terdapat huruf alif, wawu, atau yak. Sebenarnya
jumlah tersebut bukan lima, melainkan tujuh sesuai dengan hitungan diatas. Akan
tetapi karena ada tiga diantara fi’il-fi’il itu yang bentuknya sama yakni nomer
5,8,11, maka dari ketujuh fi’il itu hanya dihitung lima.
d) Af’alul
khamsah, dalam keadaan rafa’ bukan ditandai dengan harakat dhammah melainkan
dengan huruf nun. Dalam buku-buku nahwu, biasanya disebutkan bahwa af’alil
khamsah itu rafa’nya ditandai dengan “tsubuutun nuun”, yang berarti “tetapnya
huruf nun”. Tetap, maksudnya ada atau dipakainya huruf nun sebagai tanda bunyi
pada waktu fi’il yang bersangkutan dalam keadaan rafa’.
e) Tiga
buah fi’il mudhari’ yang terakhir, dalam tata bahasa Arab disebuah fi’il mu’tal
akhir. Maksudnya, ialah semua fi’il yang diakhiri dengan huruf illat (ا
و ي). Tentang apa itu huruf illat, kiranya
sudah jelas yaitu huruf yang dalam istilah nahwu dikatakan “berpenyakit”.
Justru dalam praktek yang perlu dijelaskan, khususnya huruf illat alif. Karena
seperti contoh diatas, alif tersebut ditulis dalam bentuk melengkung sehingga
menyerupai huruf yak ( ى
). Itulah yang namanya alif layyinah.
BAB III
PENUTUP
Jadi
untuk mempermudah kita membaca ataupun menyusun kalimat dalam bahasa Arab yang
tidak ada syakalnya, kita harus mengetahui jenis dalam bacaan tersebut,
sifatnya dalam kalimat dan lain sebagainya. Ketika kita salah dalam meletakkan
atau membaca kalimat tersebut bisa jadi salah dalam penafsirannya. karena
setiap mufrodad atau kosa kata bahasa Arab itu memiliki banyak kemiripan dalam
kata.
Dalam
makalah ini, penulis menjabarkan mengenai Khabar inna dan saudara-saudaranya,
at-Tawabi’ul li al-Marfu’ dan al-Fi’lu al-Mudari.
Sebagaimana
telah disebutkan dalam makalah, Khabar
Inna dan saudara- saudaranya berupa اِنَّ,اَنَّ yang digunakan untuk
taukid (sesungguhnya), كَاَنَّ peumpamaan (seolah-olah), لَكِنَّ istindrak (tetapi), لَيْتَ mudah-mudahan (angan- angan), dan لَعَل mudah-mudahan (pengharapan).
Dan
at-Tawabi’ul al Marfu’ ada ‘ataf sebagai kata penghubung, na’at adalah sifat,
badal sebagai pengganti atau penegas,dan taukid adalah ketetapan. Kemudian yang
terakhir al-fi’lu al-Mudari, fiil mudhari sendiri memiliki makna kata kerja
yang sedang atau akan dilakukan. Fiil mudhori’ itu rafa’ ( marfu’), bila kosong
dari amil nashab dan amil jazam. Asalnya rafa’ fiil adalah dengan dhammah, lalu
digantikan dengan nun ( ن )
pada af’alul khamsah
[1] Rahman,
Salimuddin, Jamaluddin, dkk. Tata Bahasa Arab untuk Mempelajari al-Quran.
Sinar Baru. Bandung. 1990. hlm 164.
[2]
Rahman, Salimuddin, Jamaluddin, dkk. Tata Bahasa Arab untuk Mempelajari
al-Quran. Sinar Baru. Bandung. 1990. hlm 169.
[3] Hifni Bek Dayyab,dkk , kaidah tata bahasa arab ( cetakan ketiga), (
Jakarta, Darul Ulum Press), hal 110.
Assalamualaikum, di rafa-kan maksundya apa ya?
BalasHapus